Kumpulan pidato Bung Karno tahun 1965-1967
  

HISTORIOGRAFI


Arus Balik Suara yang Hilang: Kumpulan pidato Bung Karno tahun 1965-1967

SALAH satu daya tarik sekaligus kekuatan Presiden Soekarno terletak pada kemampuannya berpidato. Pada zamannya, orang rela berdesakan demi mendengarkan pidato sang Pemimpin Besar yang disiarkan radio. Ribuan rakyat selalu antusias menghadiri rapat raksasa yang menampilkan orasi Bung Karno. Ketika komunikasi lisan lebih populer, pidato Bapak Proklamator itu mendapat tempat untuk didengarkan, juga dipatuhi.

Namun, menjelang kejatuhannya, pidato Bung Karno bagai seruan di padang gurun. Suaranya tak lagi didengar. Perintahnya tak lagi dipatuhi. Arus balik itu bergulir sejak meletus Gerakan 30 September (G-30-S) 1965. Sisa-sisa koran yang masih diizinkan terbit waktu itu lebih sering memelintir pernyataannya atau membiarkan suaranya hilang bersama angin lalu. Penulisan sejarah nasional pun kemudian melupakan pidato Bung Karno sebagai salah satu sumber penting.

Rabu pekan lalu, Penerbit Mesiass, Semarang, meluncurkan buku yang memuat pidato terpilih Bung Karno pada kurun 1965-1967. Inilah tahun-tahun kritis menjelang berakhirnya kekuasaan Soekarno. "Pidato selama dua tahun itu sangat berharga sebagai sumber sejarah," kata Asvi Warman Adam, pembicara dalam peluncuran buku di Hotel Regent Jakarta itu. "Ia mengungkapkan berbagai hal yang ditutupi, bahkan diputarbalikkan selama Orde Baru," sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu menambahkan.

Selain Asvi, tampil juga Nurcholish Madjid, Eep Saefulloh Fatah, Adi Sasono, dan Eros Djarot. Acara digelar oleh Soegeng Sarjadi Syndicated. Dua jilid buku berjudul Revolusi Belum Selesai itu memuat 61 pidato yang dipilih dari 103 naskah yang ditemukan. Bonnie Triyana, editor buku itu, mendapat data mentah pidato tersebut dari kantor Arsip Nasional, Jakarta. Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang, ini tadinya hanya bermaksud mencari data untuk skripsinya (baca: Terpencil di Gedung Arsip).

Buku kumpulan pidato Soekarno sebenarnya pernah diterbitkan ketika peringatan 100 tahunnya, pada 2001. Namun, hampir semuanya berupa pidato sebelum peristiwa G-30-S 1965. Tidak banyak yang tahu isi 100-an pidato Soekarno pada rentang 1965-1967. Paling-paling hanya pidato pada malam 30 September 1965 dan pidato pertanggungjawaban "Nawaksara" dalam Sidang Umum MPRS, 22 Juni 1966.

Isi pidato sepanjang 1965-1967 itu, dalam amatan Asvi, tidak hanya menggambarkan sengitnya peralihan kekuasaan, melainkan juga kegetiran presiden yang ucapannya tidak didengar lagi oleh para jenderal yang dulu sangat patuh. "Soekarno marah dan bahkan sangat geram. Ia sering memaki dengan bahasa Belanda," kata Asvi, yang juga menulis pengantar untuk buku itu.

Kemarahan Bung Karno, misalnya, tampak dalam pidato di depan empat panglima angkatan di Istana Bogor, pada 20 November 1965. Ia menyatakan ada perwira yang mbregudul alias kepala batu. Perwira yang dimaksud sepertinya Soeharto. Paling tidak, hal itu tergambar pada bagian lain pidatonya yang menyatakan, "Sayalah yang ditunjuk MPRS menjadi Pemimpin Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio, bukan Nasution... bukan engkau Roeslan Abdulgani, bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto...." Hanya nama Soeharto yang disebut sampai dua kali.

Beberapa sisi sejarah yang cenderung ditutupi pada masa Orde Baru juga tergambar dalam rangkaian pidato ini. Asvi mencatat, minimal ada tiga hal. Pertama, tentang peristiwa G-30-S. Bila Orde Baru hanya menunggalkan peran Partai Komunis Indonesia (PKI), komentar Soekarno sudah mencakup semua teori yang saat ini berkembang. Menurut Soekarno, ada tiga faktor yang menyebabkan G-30-S: keblingernya pemimpin PKI, adanya subversi neokolonialisme (nekolim), dan oknum yang tidak bertanggung jawab.
 

Soekarno mengakui, ada oknum PKI yang bersalah. Tapi, dia ingin menyelidiki dulu secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan tentang tragedi itu. Ia mengibaratkan, kalau ada tikus yang mencuri kue di rumah, jangan sampai rumahnya dibakar. Tentang nekolim, belakangan terjabarkan lewat teori keterlibatan CIA. Sedangkan oknum tidak bertanggung jawab lebih dekat dengan teori konflik internal Angkatan Darat.

Kedua, tentang Supersemar. Saat melantik Kabinet Ampera pada 28 Juli 1966, Soekarno berkali-kali menegaskan bahwa Supersemar bukanlah penyerahaan kekuasaan. "Pers asing mengatakan bahwa perintah ini adalah a transfer of authority to General Soeharto. Tidak. It is not a transfer of authority to General Soeharto... I repeat again, it is not a transfer of authority," ujar Bung Karno.

Tidak hanya pada masa itu keberadaan Supersemar dispekulasikan sebagai bentuk kudeta halus. Sampai saat ini pun masih berkembang analisis bahwa Supersemar adalah salah satu fase "kudeta merangkak" yang dilakukan Soeharto. Dimulai pada Oktober 1965 sampai 1967, ketika Soeharto ditetapkan sebagai penjabat presiden.

Ketiga, tentang peristiwa pembantaian G-30-S. Ketika berpidato dalam rangka ulang tahun kantor berita Antara di Bogor, pada 11 Desember 1965, Bung Karno menyatakan bahwa berdasarkan visum dokter, tidak ada kemaluan yang dipotong dalam peristiwa di Lubang Buaya. Juga tidak ada mata yang dicukil seperti ditulis pers.

Esok harinya, 13 Desember 1965, di depan gubernur se-Indonesia, Soekarno menyatakan, pisau yang dihebohkan sebagai pencukil mata tak lain adalah pisau penyadap lateks pohon karet. Soal visum et repertum dokter itu beberapa tahun kemudian juga diungkapkan Bennedict R.O.G. Anderson, guru besar sejarah politik Unversitas Cornell, Amerika Serikat, bahwa tak satu pun jenderal yang disilet kemaluannya.

Masih banyak soal lain yang terungkap dari kumpulan pidato ini. Misalnya, mengapa Soekarno yang hingga 1967 masih didukung Korps Komando Operasi Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan sebagian Kodam Brawijaya dan Diponegoro tidak memerintahkan perlawanan? Di situ terungkap bahwa Soekarno tidak mau terjadi petumpahan darah sesama bangsa, meski taruhannya dia jatuh.

Memang, data-data yang terungkap berskala kecil, tak menghebohkan, toh Asvi menilainya tetap penting bagi penulisan sejarah Indonesia. "Bagaimanapun, itu data otentik dari seorang presiden," katanya. Tapi, data itu tidak bisa berdiri sendiri, perlu diperkuat sumber sejarah yang lain. Asvi tidak memungkiri kemungkinan materi pidato itu bias kepentingan Soekarno membela diri. Sebab, itu juga pidato seorang pemimpin politik yang tentu mengandung kepentingan politik tertentu.

Namun, kata Asvi, Soekarno tidak seperti Soeharto. "Apa yang disampaikan Soekarno adalah pidatonya sendiri yang kadang bersifat spontan," katanya. "Lagi pula, saat itu ia tidak punya kekuasaan lagi. Yang ia sampaikan adalah apa yang ia rasakan." Sementara pidato Soeharto kebanyakan dibuatkan staf yang cenderung kurang menggambarkan kenyataan apa adanya.

Pemunculan pidato ini juga penting untuk menjadi pembanding opini yang dikembangkan sebuah rezim yang cenderung manipulatif. Setiap kekuasaan punya kecenderungan menonjolkan peran kesejarahan tertentu dan menenggelamkan sisi sejarah yang lain. "Penguasa kerap mengontrol wacana kita," kata peneliti sejarah, Fachry Ali, kepada Bernadetta Febriana dari GATRA. Penguasa juga merasa berhak menentukan mana yang harus diingat dan mana yang harus dilupakan.

Dengan ungkapan lain, sejarawan Taufik Abdullah menyatakan, "Sejarah bukan hanya catatan masa lalu, melainkan juga alat legitimasi kekuasaan." Taufik enteng saja menilai naskah pidato Bung Karno. "Teks-teks itu harus dibaca, tapi dia bukan Al-Quran yang harus diterima," ujar Taufik. Naskah pidato itu, katanya, harus dibandingkan dengan teks dan kesaksian yang lain. "Paling tinggi derajat teks pidato tersebut adalah 'ini yang dikatakan Soekarno'," kata Taufik.

Sejarawan dari Universitas Indonesia, Anhar Gonggong, menilai pidato Bung Karno itu tidak memiliki pengaruh apa-apa bagi perubahan sejarah Indonesia. Sebab, eksistensi Soekarno tidak bergantung pada pidato itu. Toh, katanya, saat ini nama Soekarno tetap dihormati. "Untuk penulisan sejarah pergerakan sampai 1965 memang perlu mendengarkan pidato itu," kata Anhar. "Tapi, bukan berati kita hanya melihat Soekarno, salah! Kan juga ada Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka."

Bagi Anhar, penerbitan pidato Soekarno tidak akan membawa pengaruh berarti pada masyarakat. "Kalau mempengaruhi Soekarnois, iya," katanya. Anhar menilai tidak ada yang dihilangkan dari sejarah Soekarno pada masa Orde Barau. "Memang ditutupi, tapi tidak dihilangkan. Buktinya, nama bandar udara pakai Soekarno-Hatta. Tidak mungkin menghilangkan nama Soekarno dari proklamasi, sama tidak mungkinnya dengan upaya PKI menghapus nama Hatta sebagai proklamator," ujarnya.

Yang dilakukan Orde Baru, menurut Anhar, adalah ikhtiar menonjolkan peran Soeharto. Upaya penyimpangan penulisan sejarah tidak hanya terjadi pada zaman Soeharto, melainkan juga pada masa Soekarno. G. Moedjanto, sejarawan dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pernah menulis artikel "Meluruskan Sejarah Nasional", pada Agustus 2001. Ia menyebut beberapa contoh kasus penyimpangan yang perlu diluruskan.

Misalnya soal rekayasa Soekarno tentang mitos proklamasi. Diceritakan dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno berbincang dengan Sukarni Kartodiwiryo. Soekarno bilang, "Di Saigon saya sudah merencanakan proklamasi tanggal 17." Mengapa? Soekarno menjawab, "Angka 17 adalah angka sakti. Lebih memberi harapan. Angka 17 keramat. Al-Quran diturunkan pertama tanggal 17. Orang Islam sembahyang 17 rakaat sehari. Maka hari Jumat Legi tanggal 17 Agustus saya pilih untuk menyelenggarakan proklamasi."

Kemudian perihal lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Ada pendapat, ide Pancasila pertama kali dicetuskan Muhamad Yamin pada 29 Mei 1945 di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Lebih dari 30 tahun zaman Orde Baru, sejarawan dan penatar P4 tidak berani menyatakan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Padahal, Yamin dalam enam tulisannya mengakui bahwa ide Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan pertama kali oleh Bung Karno dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.

Ada juga polemik golongan tua dan muda dalam proklamasi. Golongan tua, diwakili Hatta, menyatakan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membuat skenario proklamasi pada 16 Agustus 1945. Gara-gara ulah golongan muda, proklamasi tertunda satu hari, menjadi 17 Agustus. Golongan muda, diwakili Adam Malik, menyatakan, kalau tidak didesak golongan muda, sampai September pun belum tentu proklamasi dikumandangkan.

Lantas tentang Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berarti kembali ke UUD 1945. Ada yang menuduh Soekarno melakukan kudeta. Namun, sumber lain, Hardi, SH, mantan Wakil Perdana Menteri Kabinet Karya, menyangkal. Menurut Hardi, Bung Karno sebenarnya tidak meminati UUD 1945 karena mengharuskannya bertanggung jawab kepada MPR. Hanya karena dukungan banyak partai dan Angkatan Darat, yang dipimpin A.H. Nasution, Soekarno bersedia mengeluarkan dekrit.

Peristiwa kontroversial semacam itu, menurut Moedjanto, perlu diluruskan. Tapi, Taufik Abdullah menolak istilah pelurusan sejarah. "Istilah 'pelurusan sejarah' itu istilah politik," kata Taufik kepada Luqman Hakim Arifin dari GATRA. "Orang sejarah tidak ngomong pelurusan, sebab sejarah itu selalu direvisi," mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini menambahkan. Menulis sejarah, kata dia, tergantung ada tidaknya sumber dan cara memahami sumber itu. Sumber juga perlu dikritik tingkat kebenarannya.

Taufik kini memimpin tim yang akan menyusun edisi baru sejarah nasional Indonesia. Dari inventarisasi timnya, ada beberapa peristiwa sejarah yang diakui masih kontroversial. Sebagian sama dengan yang dikemukakan Moedjanto tadi. Yaitu lahirnya Pancasila, Serangan Umum 1 Maret 1949, G-30-S, Supersemar, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), tokoh yang dipolemikkan sebagai pejuang atau pemberontak seperti Tan Malaka, dan masuknya Timor Timur.

Pada masalah PDRI yang dipimpin Sjafruddin Prawiranegara, kata Taufik, Soekarno selalu menghapus sejarah itu. "Tidak pernah sekali pun Soekarno menyebut tentang PDRI," katanya. Soekarno tidak ingin melupakan kenyataan bahwa ia tahanan Belanda. Soeharto juga melupakan PDRI karena tidak ingin mengingat bahwa yang memimpin PDRI adalah sipil. Nasution pun begitu.

Apa pun, upaya pemunculan fakta sejarah secara proporsional, seperti pidato Bung Karno ini, penting untuk menyadarkan setiap penguasa. Bahwa sudah bukan zamannya lagi menutup-nutupi peran tokoh sejarah yang berjasa pada negara. Upaya itu hanya akan menimbulkan dendam sejarah. Tidak hanya Bung Karno --sebagaimana rekomendasi Sidang Tahunan MPR 2003 untuk merehabilitasi para pahlawan-- nama lain seperti Sjafruddin Prawiranegara, Sjahrir, dan Moh. Natsir juga penting dibebaskan dari manipulasi sejarah.

Pembongkaran pidato Bung Karno ini pun bukan melulu soal penjernihan peristiwa penting di masa lalu. Juga penyegaran wasiat Bung Karno kepada banyak pihak. Termasuk kepada putrinya, Megawati, yang kini menjadi presiden. Dalam Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta, 30 September 1965, Bung Karno mengisahkan pesannya kepada Mega yang dipanggil Dis.

"Dis, engkau harus bantu usaha rakyat mendatangkan sosialisme Indonesia yang cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja," ujar Bung Karno. Pesan ini relevan dengan kondisi saat ini, ketika banyak rakyat kekurangan pangan akibat kekeringan dan musibah lainnya.* (Asrori S. Karni dan Amalia K. Mala)

sumber: www.mesias.8k.com/suarahilang.htm

AMBALAT, SIPADAN, LIGITAN ADALAH MILIK INDONESIA
dari mulai terbentuknya malaysia, memang sudah berselisih dengan INDONESIA, entah apa faktornya. dan menurut saya salah satu hal yang paling "unik" atau "aneh" adalah dipakainya pulau Sipadan punya INDONESIA untuk poling 7 keajaiban dunia oleh negara malaysia, padahal jelas bahwa pulau Sipadan adalah milik INDONESIA, tidak hanya itu seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa pulau Ambalat dan Ligitan pun turut diklaim oleh malaysia sebagai pulau miliknya.

Pandangan Dunia
Dunia mengakui bahwa ketiga pulau yang saya sebutkan diatas adalah milik INDONESIA, lihat saja :
Inilah hasil pemotretan Ambalat dari Google Earth :


Sebatik

From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search

Sebatik Island (Pulau Sebatik) is an island off the eastern coast of Borneo, partly within Indonesia and partly within Malaysia. It has an area of approximately 452.2 square kilometres.[1] The minimum distance between Sebatik Island and the mainland of Borneo is about one kilometer. [2]

Sebatik Island lies between Tawau Bay (Teluk Tawau) to the north and Sebuku Bay (Teluk Sebuku) to the south. The city of Tawau lies in Sabah just to the north. The island is bisected at roughly 4° 10′ North by the Indonesia-Malaysia border – the northern part belongs to Sabah, Malaysia (Sebatik Malaysia) while the southern part belongs to East Kalimantan, Indonesia (Sebatik Indonesia).

Sebatik Malaysia has a population estimated to be approximately 25,000, as opposed to approximately 80,000 people in Sebatik Indonesia.[3]

The demarcated international border between Malaysia and Indonesia stops at the eastern edge of Sebatik Island, so that the ownership of Unarang Rock and the maritime area located to the east of Sebatik is unclear.[4] This is one of the reasons why the Ambalat region waters and crude oil deposits east of Sebatik Island have been the center of an active maritime dispute between Indonesia and Malaysia since March 2005. The ambiguity of the border at the eastern edge is sometimes attributed as a reason causing the “loss” to Indonesia of two islands: Sipadan and Ligitan.[4]

While there are border guards on the island, there is currently no immigration office, no customs house, no barbed wire fence and no walls demarcating the border. Instead, the only evidence of a border are the concrete piles buried every kilometer from east to west.[5]

Sebatik Island was one of the places in which heavy fighting took place between Indonesian troops and Malaysian troops during the 1963 Indonesia Malaysia Confrontation.

The North Borneo Timbers company operated a logging concession on the island until the 1980s and its mostly expatriate employees lived in a self-contained community in Wallace Bay. Sebatik Malaysia is within the parliamentary constituency of Kalabakan.

Krisis Ambalat

Ambalat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Ambalat adalah blok laut luas 15.235 kilometer persegi yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassarmilik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Blok laut ini tidak semuanya kaya akan minyak mentah.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Awal persengketaan
* 2 Aksi-aksi sepihak
* 3 Lihat pula
* 4 Catatan kaki
* 5 Pranala luar

[sunting] Awal persengketaan

persoalan yang timbul setelah pada tahun 1967 pertama kali dilakukan pertemuan teknis hukum laut antara Indonesia dan Malaysia kedua belah pihak akhirnya sepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo lihat: Sengketa Sipadan dan Ligitan) kemudian pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penanda tanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia, [1] kedua negara masing2 melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia [2] akan tetapi, kembali pada tahun 1979 pihak Malaysia kembali membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan serta merta menyatakan dirinya sebagai negara kepulauan dan secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat kedalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10′ arah utara melewati pulau Sebatik. [3] tentu peta inipun sama nasibnya dengan terbitan Malaysia pada tahun 1969 yaitu diprotes dan tidak diakui oleh pihak Indonesia dengan berkali-kali pihak Malaysia membuat sendiri peta sendiri padahal telah adanya perjanjian Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970, masyarakat Indonesia melihatnya sebagai perbuatan secara terus menerus dari pihak Malaysia seperti ingin melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia.

[sunting] Aksi-aksi sepihak

* Tgl 21 Februari 2005 di Takat Unarang {nama resmi Karang Unarang) Sebanyak 17 pekerja Indonesia ditangkap oleh awak kapal perang Malaysia KD Sri Malaka,
* Angkatan laut Malaysia mengejar nelayan Indonesia keluar Ambalat.
* Malaysia dan Indonesia memberikan hak menambang ke Shell, Unocal dan ENI. [3]
* Berkaitan dengan itu pula surat kabar Kompas mengeluarkan berita bahwa Menteri Pertahanan Malaysia telah memohon maaf berkaitan perkara tersebut [4]. Berita tersebut segera disanggah oleh Menteri Pertahanan Malaysia yang menyatakan bahwa kawasan tersebut adalah dalam kawasan yang dituntut oleh Malaysia, dengan itu Malaysia tidak mempunyai sebab untuk memohon maaf karena berada dalam perairan sendiri. Sejajar dengan itu, Malaysia menimbang untuk mengambil tindakan undang-undang terhadap surat kabar KOMPAS yang dianggap menyiarkan informasi yang tidak benar dengan sengaja.
o Pemimpin Redaksi Kompas, Suryopratomo kemudian membuat permohonan maaf dalam sebuah berita yang dilaporkan di halaman depan harian tersebut pada 4 Mei 2005, di bawah judul Kompas dan Deputi Perdana Menteri Malaysia Sepakat Berdamai.[5]
* Pada koordinat: [Tunjukkan letak di peta interaktif] 4°6′03.59″N 118°37′43.52″E / 4.1009972°N 118.6287556°E / 4.1009972; 118.6287556 terjadi ketegangan yang melibatkan kapal perang pihak Malaysia KD Sri Johor, KD Buang dan Kota Baharu berikut dua kapal patroli sedangkan kapal perang dari pihak Indonesia melibatkan KRI Wiratno, KRI Tongkol, KRI Tedong Naga KRI K.S. Tubun, KRI Nuku dan KRI Singa [6] yang kemudian terjadi Insiden Penyerempetan Kapal RI dan Malaysia 2005, yaitu peristiwa pada tgl. 8 April 2005 Kapal Republik Indonesia Tedong Naga (Indonesia) yang menyerempet Kapal Diraja Rencong (Malaysia) sebanyak tiga kali, akan tetapi tidak pernah terjadi tembak-menembak karena adanya Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Skep/158/IV/2005 tanggal 21 April 2005 bahwa pada masa damai, unsur TNI AL di wilayah perbatasan RI-Malaysia harus bersikap kedepankan perdamaian dan TNI AL hanya diperbolehkan melepaskan tembakan bilamana setelah diawali adanya tembakan dari pihak Malaysia terlebih dahulu.
* Shamsudin Bardan, Ketua Eksekutif Persekutuan Majikan-majikan Malaysia (MEF) menganjurkan agar warga Malaysia mengurangi pemakaian tenaga kerja berasal dari Indonesia
* Pihak Indonesia mengklaim adanya 35 kali pelanggaran perbatasan oleh Malaysia.[7]
* Tgl 24 Februari 2007 pukul 10.00 WITA, yakni kapal perang Malaysia KD Budiman dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh satu mil laut, pada sore harinya, pukul 15.00 WITA, kapal perang KD Sri Perlis melintas dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh dua mil laut yang setelah itu dibayang-bayangi KRI Welang, kedua kapal berhasil diusir keluar wilayah Republik Indonesia.
* Tgl 25 Februari 2007 pukul 09.00 WITA KD Sri Perli memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard yang akhirnya diusir keluar oleh KRI Untung Suropati, kembali sekitar pukul 11.00, satu pesawat udara patroli maritim Malaysia jenis Beech Craft B 200 T Superking melintas memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard, kemudian empat kapal perang yakni KRI Ki Hadjar Dewantara, KRI Keris, KRI Untung Suropati dan KRI Welang disiagakan. [8]

dan ini untuk Sipadan dan Ligitan :
sungguh malaysia negara kekurangan...
1 Bukti Budaya-budaya itu milik INDONESIA
Ada sebuah info menarik dari sebuah group di facebook. info ini berisi tentang apa yang akan dilakukan oleh atlit kita bangsa Indonesia pada saat sea games di thailand, info ini tentu akan membuat malu para "pengaku budaya" itu. nah berikut info tersebut, yang langsung saya copy paste tanpa saya edit sedikit pun.

"
KEPADA SAUDARA-SAUDARAKU SE INDONESIA SEBANGSA SETANAH AIR.... AKAN ADA LANGKAH KEJUTAN KONGKRIT KHUSUS DITUJUKAN BAGI BANGSA "MAAAAALLLLIIIIIIIIINGSIIIIIIA LLLLLAAAAAN" INI YANG AKAN DIBERIKAN OLEH SAUDARA-SAUDARA KITA PARA ATLIT SEA GAMES DI THAILAND BESOK, DIMANA 517 PATRIOT INDONESIA INI TELAH BERIKRAR
1.AKAN MENGUMANDANGKAN LAGU RASA SAYANGE DALAM SETIAP EVENT PERTANDINGAN INDONESIA VS MALINGSIALAN
2. KHUSUS ATLIT SEA GAMES INDONESIA ASAL JAWA TIMUR AKAN MENDEMONSTRASIKAN TARI REOG PONOROGO ORIGINAL ASLI INDONESIA
3. MENEKUK LUTUT SETIAP ATLIT MALAYSIA YANG BERHADAPAN DENGAN INDONESIA
4. PEMERINTAH INDONESIA TELAH MENJANJIKAN 200 JUTA RUPIAH DARI SETIAP EMAS YANG DISUMBANGKAN OLEH PARA PATRIOT BANGSA INI UNTUK SELURUH CABANG OLAH RAGA (TERMASUK SEPAK BOLA, AKAN DIBAGIKAN PER ORANG)
SAUDARA-SAUDARAKU PERANG AKAN SEGERA DIMULAI, MOHON DOA RESTU DEMI TERCAPAINYA UPAYA PENEGAKAN HARGA DIRI DAN KEHORMATAN INDONESIA YANG KITA CINTAI INI "

Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa Indonesia adalah pemilik asli budaya-budaya yang beberapa waktu belakangan diklaim oleh negara tetangga.
Semangat INDONESIAKU..!!!
Tari Pendet itu ASLI milik INDONESIA

belum lama ini negara kita tercinta, Indonesia, Kembali di "jajah" oleh negara tetangga, penjajahan ini berupa peng klaiman salah satu budaya asli Indonesia, Tari Pendet, oleh negara malaysia, padahal sudah jelas bahwa Tari Pendet itu berasal dari Bali, Indonesia. bukan malaysia

kasus ini muncul beberapa waktu lalu di sebuah stasiun TV. disana malaysia menggunakan tari pendet sebagai promosi visit year mereka, hal ini tentu saja membuat "panas" para seniman Indonesia terutama seniman bali.

Asal Mula Tari Pendet
Tari pendet sendiri di ciptakan oleh koreografer orang Indonesia asli, I Wayan Rindi. pada awalnya tari Pendet diperagakan di pura, tempat ibadat umat hindu Bali, Indonesia. sekali lagi bukan malayasia.

baca saja pernyataan wikipedia ini :
"Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).

Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.

Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.

Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya."

Harapan SBY terhadap Kasus Tari Pendet
pernyataan juru bicara presiden, Andi Malarangeng mengatakan bahwa kasus tari pendet ini diharapkan oleh SBY dapat diselesaikan melalui eminent person group Indonesia-Malaysia.

”Yang jelas sudah ada eminent person group (EPG). Jadi Malaysia dan Indonesia mestinya, jika ada hal-hal semacam ini, bisa menyelesaikannya melalui EPG,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di Istana Negara, Jakarta, Senin (24/8).

EPG Indonesia terdiri atas Jenderal (Purn) Try Sutrisno (Ketua), Quraish Shihab, Musni Umar, dan Des Alwi Abubakar. Tujuan dari pembentukan EPG Indonesia dan Malaysia, menurut Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, untuk mengkaji hubungan kedua negara secara keseluruhan dan mempelajari masalah-masalah yang kerap timbul di antara kedua negara.

Presiden Yudhoyono hari Selasa ini dijadwalkan akan menerima laporan resmi dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.

”Kalau tari pendet, semua orang sudah tahu itu berasal dari Bali. Mana mungkin itu dari tempat lain. Kalau tari Melayu, mungkin ada share culture. Namun, kalau tari pendet, ya enggak ada ceritanya bukan dari Bali,” ujar Andi.

selain andi menteri kebudayaan dan pariwisata, Jero Wacik mengatakan bahwa surat protes kepada pemerintah malaysia diantarkan secara langsug ke kuala lumpur, senin siang.

”Surat protes akan diantar langsung dengan didampingi Duta Besar RI di Malaysia ke Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Budaya Malaysia,” kata Jero Wacik.

Seperti diberitakan, penayangan tari pendet dalam iklan ”Enigmatic Malaysia” di saluran televisi Discovery Channel untuk pariwisata Malaysia telah menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan di Tanah Air. Bahkan, di Bali, puluhan seniman, Sabtu (22/8), melakukan protes. Protes dipimpin guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Wayan Dibia. Protes ini disampaikan kepada Ida Ayu Agung Mas, anggota Dewan Perwakilan Daerah, di Taman Budaya Denpasar.

Menurut Dibia kepada pers, tari pendet merupakan warisan budaya Bali secara turun-temurun. Berdasarkan pengamatan Dibia, penari pendet dalam iklan tersebut merupakan alumnus ISI Denpasar yang bernama Lusia dan Wiwik. Pengambilan gambar dilakukan dua tahun lalu.

Menurut Wacik, Pemerintah Indonesia dan Malaysia sebenarnya telah mempunyai perjanjian bilateral untuk menangani setiap sengketa yang timbul antara kedua belah pihak. Perjanjian ini dibuat tahun 2007.

Ini terjadi setelah tahun 2007 lagu ”Indang Sungai Garinggiang” ciptaan Tiar Ramon dari Minangkabau digunakan oleh delegasi kesenian Malaysia pada Asia Festival 2007 di Osaka, Jepang. Kemudian ”Rasa Sayange” asal Maluku digunakan untuk jingle Visit Malaysia 2007. Kemudian, klaim Reog Ponorogo di situs web pariwisata Malaysia.

”Untuk mata budaya yang grey area, kedua pihak sepakat saling memberi tahu dan meminta izin apabila digunakan dalam iklan komersial di setiap negara,”
kata Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.

reference : Kompas

image source : http://asiaaudiovisualrb09noorhidayah.wordpress.com/2009/06/15/7-tari-pendet-dari-kota-bali/

INDONESIA NEGERIKU
blog ini dibuat dengan tujuan meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia, hal ini melihat banyaknya penghinaan dan perebutan hak-hak milik INDONESIA oleh negara yang tidak bermoral atau miskin budaya...

UNTUKMU INDONESIA KU....

MERDEKA ATAU MATI...!!!
Label: 1 komentar | edit post